Selasa, 22 November 2016

My Miznarose



Suatu sore menjelang maghrib, Mizna masih mengendarai scooter maticnya berwarna putih moccha. Ia kesana kemari mencari kontrakan untuk ia tinggali beberapa waktu karena jarak rumahnya dengan tempat kerja lumayan jauh, dan membuatnya lelah jika terus-terusan pulang pergi tiap hari. Setidaknya 50 km tiap harinya, belum lagi jika ia ada urusan lain. Mizna bekerja di salah satu perusahaan redaksi di Madiun. Dari dalam tasnya, ring tone berbunyi salah satu lagu calvin harris. Ternyata nomor yang menghubunginya tidak dikenal. Tanpa pikir panjang ia mengangatnya.
“halo assalamu’alaikum..”
“waalaikumsalam..mbak Mizna ya? Ini saya Pak Agus yang tadi mbak samperin ke rumah”
“Pak Agus yang rumahnya udah dikontrak orang lain ya?”
“iya..gini mbak, kalo masih berminat saya ada tempat.”
“serius pak?”
Mizna meyakinkannya,percakapan mereka berlanjut sampai akhirnya membuat perjanjian supaya besok bertemu di rumah pak agus.
Keesokan harinya dengan semangat, Mizna berangkat menuju rumah Pak Agus sesuai kesepakatan kemarin, mereka janjian pukul sepuluh pagi. Sejam perjalanan akhirnya sampailah ia di depan rumah megah berwarna kuning gading dengan desain yang clasic. Pekarangannya rindang. Tak lama pak Agus menyambutnya, “wah...sudah datang tepat waktu, nggak ngebut kan mbak?” tanya Pak Agus.
“udah terbiasa tepat waktu sih pak..hehe kalo ngebut sih enggak, Cuma agak cepet” Jawab Mizan cengengesan. Mereka sepertinya langsung akrab satu sama lain. Pak agus ternyata pensiunan kepala bank dan sekarang ia rupanya meneruskan usaha warisan nenek moyangnya yaitu membatik. Beberapa waktu kemudian meluncur dengan pelan mobil Toyota Corolla KE30 di sebelah kiri pekarangannya.
“yuk..kok malah bengong nak?” Pak Agus mengajak Mizna masuk mobil.
“eh..iya pak..”
Tak lama kemudian mereka meluncur menuju suatu tempat yang dibicarakan Pak Agus.
“Bapak klasik banget ya orangnya..hehe”
“klasik gimana maksud nak Mizna?”
“ya..misalnya mobil bapak ini, keren banget lho.. trus bapak di rumah juga punya usaha batik tulis pula. Kan keren pak” kata Mizna terkagum.
“haha memangnya kamu suka mobil kaya gini?”
“ya suka lah pak..gak tau kenapa tapi saya lebih suka aja yang klasik-klasik.”
“biasanya kan anak muda jaman sekarang suka mobil sport yang mahal-mahal, kok kamu malah suka mobil klasik begini? Haha kamu seperti keponakan saya nak.”
“keponakan?”
“iya..sebenarnya rumah kontrakan yang mau saya tawarkan ini adalah rumah kakak saya.”
“o...gitu ya”
“iya, nanti saya kenalkan kamu sama keponakan bapak”
Beberapa menit, mereka sampai di rumah dengan halaman yang lumayan luas dan ditanami aneka pohon yang rindang. Desainnya etnic joglo, didominasi kayu-kayuan. Sangat nyaman sekali jika ditempati keluarga besar. Mereka kemudian turun dari mobil dan menuju pintu utama, di sebelah kanan bangunan utama, terdapat sebuah bangunan ukuran sedang sebagai ruang tamu. Tanpa tembok, dan hanya tiang-tiang serta dilengkapi kursi kayu pula.
“sepertinya gak ada orang ya pak?”
Belum sampai Pak Agus menjawab, datanglah seorang pria menghampiri mereka.
“Om Agus..” sapa pria itu.
“wah wah wah...dari mana kamu ini nak?”
“keluar bentar om beli minum”
Ternyata pria itu keponakan pak agus yang diceritakannya di mobil tadi. Mungkin umurnya sekitar 2-3 tahun diatas Mizna. Dengan potongan undercut yang rapi dan tak begitu ekstrim, lelaki itu menyalami Mizna dengan senyuman.
 “Adria mbak..” kata lelaki itu mengenalkan.
“Saya Mizna.” Kata Mizna menyambut perkenalannya.
“jadi ini keponakan bapak nak Mizna, dan rumah ini yang bapak tawarkan”
Sontak Mizna kaget dan berkata-kata dalam hati, rumah sebesar ini mana mungkin ditinggalinya sendiri. Kaget,senang,cemas bercampur antara biaya pertahunnya yang mungkin tidak murah.
“kenapa?nggak suka ya?”
“su..su..suka pak..tapi ini nggak terlalu gedhe ya? Hehe saya kan Cuma tinggal sendirian. Jadi kecil-kecilan aja gak papa kok pak, maklum...hehe gaji UMR mepet pak.”
“o...rupanya masalah itu, nak Mizna jangan kuatir..ayo kita ngobrol dulu.”
Mereka membicarakannya di pendopo rumah yang merupakan ruang tamu. Rumah itu milik orang tua adria yang sudah lama tak ditinggali. Orang tua Adria keduanya tinggal di Jogja mengurusi usaha yang mereka kembangkan. Adik lelaki yang paling kecil ikut tinggal bersama orang tuanya. Sedangkan adik perempuannya kuliah di kota solo. Adria sendiri bagian dari staff DJPBN Jakarta kurang lebih 2 tahun belakangan. Dari percakapan mereka, ternyata keluarga Adria bermaksud mengontrakkan rumah mereka untuk sekedar biar tidak kosong. Jadi rumah tetap bersih dan terawat. Untuk biaya sewanya Mizna hanya dikenai Rp 3.000.000 pertahun. Mizna senang mendengarnya. Karena ia harus hidup hemat. Tawaran itu langsung ia iyakan saja. Dia mulai tinggal di rumah itu minggu depan.
Benar saja, seminggu kemudian Mizna mulai menempati rumah kontrakan yang telah ia bayar beberapa hari yang lalu. Ia berangkat dengan senang hati. Dengan mengenakan jaket eager bercelanakan jeans dan menggunakan jilbab segi empat berwarna tosca ia membawa seluruh barang bawaannya ke matic kesayangannya dan berangkat menuju kontrakannya.
Di tengah perjalanan, Mizna memberhentikan motornya dan agak mepet ke pinggir jalan. Ia mengecek handphone yang disimpannya dalam tas, ada satu pesan diterima, ketika membukanya
“Mbak Mizna, sudah berangkat?”
Ia mengerutkan kedua alisnya, batinnya siapa ya. Akhirnya ia menelpon si pengirim pesan dan ternyata nomor itu milik Adria. Adria bermaksud untuk segera berangkat ke Jakarta, untuk itu ia ingin menyerahkan kunci pagar dan rumah kepada Mizna. Setelah menelpon mizna melanjutkan perjalanan. Sekitar setengah jam kemudian sampailah Mizna di rumah Adria. Adria ternyata sudah menunggunya di halaman sambil mengecek bawaannya yang akan ia bawa ke Jakarta ke dalam mobil.
“maaf ya mas..lama, jadi gak enak”
“santai aja mbak..saya juga masih ngecek bawaan. Barangkali ada yang ketinggalan.” Jawab Adria dengan sopan. “yaudah saya mau berangkat dulu mbak, ini kuncinya. Rumah sebelah ada Pak Joko, sudah seperti paman sendiri. Kalau ada apa-apa panggil Pak Joko aja. Trus kalau ada apa-apa di rumah ini hubungi saya aja mbak ya..nomor saya yang tadi”
“sekali lagi maaf banget mas ya..hati-hati di jalan, makasih banyak lho”
“sama-sama mbak..berangkat dulu, assalamualaikuum..”
“waalaikumsalam”
Akhirnya Adria meninggalkan rumah itu dengan pelan, duh...kapan ya punya pacar kaya mas Adria, udah ganteng, sopan, pinter, mapan...aiiihhh....ih, kepikiran apa sih.
Mizna tak sadar telah berandai yang tidak-tidak, tiba-tiba dia ketawa sendiri.
Kkrkkkk...suara pintu rumah ia buka, dan benar sekali..begitu masuk rumah itu dia merasa asri dan nyaman. Ia memasuki ruangan yang akan dijadikannya kamar tidur. Kira-kira luasnya 36 m persegi. Cukup luas baginya. Sudah tersedia amben sekaligus kasur empuk yang bersprei putih polos, di sisinya terdapat meja rias kuno dan di sisi yang lain ada almari pakaian yang menghadap ke kasurnya. Memang suasana rumah itu sangat tradisional, namun terkesan artistik. Ia merasa seakan pasti betah tinggal disitu. Kamar mandi dalam juga tersedia baginya. Dia melihat-lihat lagi rumah itu berkeliling ke dapur, taman, ruang keluarga, dan lain-lain. Membayangkan betapa senangnya jika itu rumah miliknya sendiri.
Keesokan paginya, seperti biasa ia bangun pagi. Membersihkan halaman, rumah setitahnya. Lalu bersiap mandi dan menengok-nengok luar rumah menanti tukang sayur. Dan benar saja, penjual sayur berhenti di depan rumah Pak Joko, tak lama ibu-ibu berkerumun. Mizna pun menghampiri penjual sayur itu. Tampak ibu-ibu mengamatinya dan bertanya-tanya. Tanpa basa-basi, Mizna menyapa mereka satu persatu memperkenalkan diri.
‘kirain calonnya mas Adria nih mbak..” goda salah satu ibu paruh baya
“ah ibuk nih..bukan kok”
Mizna kembali kerumah kontrakannya. Ia tampak belanja bahan-bahan untuk persediaan beberapa hari. Ia sejak kecil dilatih mandiri oleh ibunya. Masak sendiri dan tidak sering makan di luar, selain terjamin dipikir-pikir memang hemat juga. Ia menumis beberapa sayuran dan jamur tiram dengan cepat lalu berkemas untuk pergi ke kantor. Ia menjadi staff editing di redaksi majalah di tempatnya bekerja dua bulan ini.  Mizna masuk kerja tiap senin sampai sabtu, tapi sabtu merupakan hari non efektif. Jadi sedikit santai.
Sesampainya di kantor, Lula sahabatnya yang baru kenal menyapa. “ciyeeee...yang udah nempatin kontrakan baru. Boleh dong dinner bentar nanti”
“lah...dasar kamu..oke deh, pulang kerja nanti ya”
Jawab mizna seakan tau temannya mengkode untuk ditraktir.
Jam berdetak menunjukkan pukul sebelas seperempat, tiba-tiba pimpinan redaktur datang menghampiri Mizna.
“Mizna” panggil Pak Suryo
“iya pak..ada apa pak?”
“rubrik yang kemarin hari ini dicetak, jadi tolong segera setorkan ke pracetak.”
“maksud bapak terkait rubrik yang saya sunting kemarin? Wah...kenapa mendadak sekali pak, ini masih belum selesai saya kerjakan”
“maka dari itu selesaikan segera ya, saya gak pengen topik yang kita angkat kali ini didului sama majalah lain.”
“baik pak saya usahakan” jawab Mizna sedikit murung.
Dia uring-uringan kenapa harus serba dadakan, tapi mengingat pentingnya pekerjaan ia nekad dan tak mau terlalu ambil pusing meskipun sebenarnya melelahkan.
Jam menunjukkan pukul setengah 6 sore, sepertinya ia harus membatalkan janjinya dengan Lula karena ia masih lembur.
“huuuuhhffff.....”
Dia mengehempaskan napas sambil meregangkan otot-otot pundak dan punggungnya. Tiba-tiba hpnya berbunyi menandakan ada whatsapp masuk.
“gue tungguin loe aja deh ya..ntar gue jemput di kantor”
Ternyata Lula mengirimkan chat pa a Mizna bermaksud untuk menjemput Mizna sepulang kerja untuk melancarkan janjiannya dinner bersama.
“oke la..sejam an lagi ya”
Kemudian Mizna menyelesaikan pekerjaannya yang numpuk. Lula memang berasal dari jakarta, ia disini tinggal bersama om dan tantenya di daerah ia bekerja. Ia memilih bekerja di Madiun karena merasa nyaman. Sejak SMA ia memang disekolahkan di Madiun.
Jam menunjukkan pukul 19.00 pekerjaan Mizna selesai dan ia mulai berkemas untuk pulang, ternyata Lula sudah menungguinya di depan kantor. Mereka langsung menuju salah satu restoran yang cukup populer di daerah itu, SS atau dikenal orang Serba Sambal. Setelah memesan beberapa makanan, mereka berbincang-bincang.
“trus tau nggak? Kalo kamu lihat cowok yang punya rumah itu kamu bakalan melting deh...”
“ih masa sih, kapan-kapan gue samperin ya Miz..yuk makan dulu”
Antrian kasir tidak begitu panjang pada saat itu karena hari sudah hampir larut. Pukul sembilan mereka keluar dari rumah makan tersebut dan pulang.
Beberapa hari ia jalani dengan perasaan yang semangat, tapi siapa sangka wanita muda berumur 23 tahun yang tergolong manis itu hingga sekarang masih belum punya pacar. Dia terakhir putus dengan teman sekampusnya setahun lalu, sekarang ia ingin fokus pada karirnya. Karena orang tuanya mematok umur pernikahannya jangan sampai lebih dari 25 tahun, maka ia mulai hati-hati terhadap memandang lelaki, jangan sampai lagi terjebak diantara kisah muda mudi yang tanpa tujuan.
Sampai suatu malam saat ia terlelap, hujan gemuruh mengguyur daerahnya. Suara pintu pagar berbunyi seperti ada yang mengetuk. Tapi terhalang suara hujan, Mizna tidak begitu mendengarnya. Ring tone hp Mizna berbunyi membuatnya terbangun. Tertera nama Adria Cakep di hpnya. Seketika kantuknya hilang melihat nama itu. Ternyata Adria sudah menunggu di dekat pagar rumahnya dan meminta Mizna membukakan pintu. Dengan cepat Mizna berlari menuju halaman dan membuka pagar. Dan benar saja ternyata Adria yang datang.
“masuk mas” kata Mizna mempersilahkan Adria masuk bersama mobilnya. Setelah itu keduanya menuju pendopo. Tak seperti sebelumnya, kini muka Adria terlihat pucat ditambah gerak geriknya yang datar-datar saja, ia menggigil kedinginan.
“Mas adria sering mampir pulang malem begini? Atau ada yang ketinggalan?”
“Kebetulan mau ambil barang mbak, ada yang ketinggalan.”
“oh gitu..”
“aku masuk gak papa nih mbak?”
Tanpa pikir panjang Mizna mempersilahkan, toh itu rumahnya Adria sendiri. Namun saat Adria beranjak dari kursi tamu, ia tampak sempoyongan seketika Mizna menolongnya dan memastikan keadaan Adria.
“Mas gak papa? Loh..badannya demam ya mas. “
“gak papa kok” jawab Adria
Namun tidak bisa ditolak, Mizna tetap saja membopong Adria masuk kerumah dan ia bantu memasuki kamar lain yang mungkin milik Adria dulu. Mizna kebingungan karena Adria terlihat sangat kesakitan dan kedinginan. Ia bawakan handuk dan air hangat untuk mengompres Adria. Duh..aku lancang gak ya? Batinnya dalam hati. Tapi apa masih mau memikirkan yang begitu saat keadaan seperti ini. Udahlah..
Ia bimbang tapi dilawannya, karena membantu Adria yang kesakitan lebih penting. Adria berpawakan tinggi dan badannya tidak kurus, cukup berisi dan sepertinya ia rajin merawat tubuhnya dengan olahraga. Ia mengompress Adria yang hampir tak sadarkan diri. Merintih tidak begitu jelas. Setelah cukup dalam mengompres, Mizna bermaksud membuatkan bubur ayam jagung manis di dapur. Tak terlalu lama, sekitar 30 menit makanan itu siap saji.  Ia bawakan makanan itu kepada Adria.
“mas, dimakan ya buburnya” kata Mizna sembari meninggalkan Adria yang telah ia selimuti tadi.  Ia balik kekamarnya dan mencoba menghubungi paman Adria, Pak Agus. Tapi hari sudah larut, mungkin Pak Agus tengah terlelap dan tidak menjawab telfon Mizna, Mizna hanya mengirimkan pesan bermaksud memberitahu keponakannya yang sakit dan saat ini bermalam di rumahnya. Dia menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Kukuruyuuuukkkk......suara khas ayam jago berkokok membangunkan alam yang semalaman tidur dan beristirahat. Mizna sedikit kesiangan dari biasanya. Ia bangun dan hampir kelupaan saat mengingat bahwa Adria tuan rumahnya sedang sakit dan berada di kamarnya. Ia keluar dari kamarnya dan bermaksud menengok tuan rumah. Namun suasana sepi dan sepertinya tidak ada seorangpun selain dirinya di rumah itu. Saat ia mengetuk pintu kamar adria, tak ada jawaban sampai ia masuk tanpa permisi. Dan tidak ada seorangpun di kamar itu. Ia melihat-lihat dan memanggil nama Adria. Namun ia menemukan secarik kertas kecil yang tergeletak di meja samping tempat tidur.
“maaf atas kejadian semalam, aku harus ke surabaya karena urusan pekerjaan. Terima kasih Mizna..
Adri”
Dagdigdug jantung Mizna berdegup tanpa disadari, begitu membacanya ia menjadi tak karuan perasaannya. Adria yang biasanya memanggil dengan kata “mbak” kini menulis di note dengan panggilan Mizna saja. Sungguh hatinya ingin meledak teriak karena kebungahan.
Hal itu ia ceritakan pada sahabatnya, Lula.
“hahaha sikat aja tuh mas gantengmu...”
“sungkan ah La..lagipula mungkin itu hal biasa aja kok. Gak ada yang spesial buat dia. “
“ya jangan gitu dulu kali...pokoknya stay cool lah”
“okay”
Kata Mizna sambil menjawil dagu sahabatnya dengan riang, lalu melanjutkan pekerjaannya lagi. Tak berapa lama Pak Agus menelponnya dan menanyakan Adria keponakannya itu.
“ya sudah kalo gitu bapak lega nak, maaf sekali merepotkan sampean”
“gak papa bapak..tenang aja, namanya juga lagi sakit jadi ya harus ditolong”
Percakapan mereka berlanjut sampai Pak Agus menyuruhnya datang kerumah selagi Mizna sempat. Ada hal yang mungkin ingin disampaikan pada Mizna.
Tiba-tiba dari mana pikiran Mizna hingga ia bermaksud mengirimkan pesan kepada Adria, tapi dicegahnya. Kemudian ia ragu lagi dan akhirnya dibukalah smartphone miliknya dan benar-benar diketiknya,
“sama-sama mas Adria..semoga cepat sembuh ya”
Mizna hanya mengirimkan sms yang menunjukkan perkataan yang tidak butuh jawaban, karena ia tak ingin cemas-cemas mengharap. Namun seketika bunyi sms di hp Mizna berdering, langsung saja ia terima. Dan ternyata dari Adria.
“okey mbak mizna..udah baikan ini.”
Sontak membuat Mizna yang awalnya tegang menjadi sedikit sebal. Mbak lagi mbak lagi..gumamnya.
Karena merasa terlalu banyak melamun, Mizna kembali fokus bekerja dan menaruh hp nya ke dalam tas. Ia menghilangkan perasaan apapun termasuk rasa penasaran terhadap Adria.
“Miz..ngelunch bareng yuk di kantin”
Ajak salah satu teman sekantornya. Tanpa ragu Mizna mengiyakan. Mereka berempat menuju ke kantin dan mulai memesan makanan.  Mizna tak lupa mengambil smartphonenya. Dan betapa riangnya dia ketika membuka lock smartphonenya yang berterakan nama Adria Ganteng. Segera ia membuka pesannya.
“Ada messenger?”
“ya, ada kok. Add id line ku Miznarose.” Lalu Mizna menjawab, tanpa pikir panjang. Tak lama kemudian aplikasi line Mizna berbunyi. Ternyata Adria langsung add line Mizna dan seketika itu Mizna menerima permintaan pertemanan dari Adria.
“Makasih..” Mizna langsung chat Adria.

To be continue..