Suatu sore menjelang maghrib,
Mizna masih mengendarai scooter maticnya berwarna putih moccha. Ia kesana
kemari mencari kontrakan untuk ia tinggali beberapa waktu karena jarak rumahnya
dengan tempat kerja lumayan jauh, dan membuatnya lelah jika terus-terusan
pulang pergi tiap hari. Setidaknya 50 km tiap harinya, belum lagi jika ia ada
urusan lain. Mizna bekerja di salah satu perusahaan redaksi di Madiun. Dari
dalam tasnya, ring tone berbunyi salah satu lagu calvin harris. Ternyata nomor
yang menghubunginya tidak dikenal. Tanpa pikir panjang ia mengangatnya.
“halo assalamu’alaikum..”
“waalaikumsalam..mbak Mizna ya?
Ini saya Pak Agus yang tadi mbak samperin ke rumah”
“Pak Agus yang rumahnya udah
dikontrak orang lain ya?”
“iya..gini mbak, kalo masih
berminat saya ada tempat.”
“serius pak?”
Mizna meyakinkannya,percakapan
mereka berlanjut sampai akhirnya membuat perjanjian supaya besok bertemu di
rumah pak agus.
Keesokan harinya dengan semangat,
Mizna berangkat menuju rumah Pak Agus sesuai kesepakatan kemarin, mereka
janjian pukul sepuluh pagi. Sejam perjalanan akhirnya sampailah ia di depan
rumah megah berwarna kuning gading dengan desain yang clasic. Pekarangannya
rindang. Tak lama pak Agus menyambutnya, “wah...sudah datang tepat waktu, nggak
ngebut kan mbak?” tanya Pak Agus.
“udah terbiasa tepat waktu sih
pak..hehe kalo ngebut sih enggak, Cuma agak cepet” Jawab Mizan cengengesan.
Mereka sepertinya langsung akrab satu sama lain. Pak agus ternyata pensiunan
kepala bank dan sekarang ia rupanya meneruskan usaha warisan nenek moyangnya
yaitu membatik. Beberapa waktu kemudian meluncur dengan pelan mobil Toyota
Corolla KE30 di sebelah kiri pekarangannya.
“yuk..kok malah bengong nak?” Pak
Agus mengajak Mizna masuk mobil.
“eh..iya pak..”
Tak lama kemudian mereka meluncur
menuju suatu tempat yang dibicarakan Pak Agus.
“Bapak klasik banget ya
orangnya..hehe”
“klasik gimana maksud nak Mizna?”
“ya..misalnya mobil bapak ini,
keren banget lho.. trus bapak di rumah juga punya usaha batik tulis pula. Kan
keren pak” kata Mizna terkagum.
“haha memangnya kamu suka mobil
kaya gini?”
“ya suka lah pak..gak tau kenapa
tapi saya lebih suka aja yang klasik-klasik.”
“biasanya kan anak muda jaman
sekarang suka mobil sport yang mahal-mahal, kok kamu malah suka mobil klasik
begini? Haha kamu seperti keponakan saya nak.”
“keponakan?”
“iya..sebenarnya rumah kontrakan
yang mau saya tawarkan ini adalah rumah kakak saya.”
“o...gitu ya”
“iya, nanti saya kenalkan kamu
sama keponakan bapak”
Beberapa menit, mereka sampai di
rumah dengan halaman yang lumayan luas dan ditanami aneka pohon yang rindang.
Desainnya etnic joglo, didominasi kayu-kayuan. Sangat nyaman sekali jika
ditempati keluarga besar. Mereka kemudian turun dari mobil dan menuju pintu
utama, di sebelah kanan bangunan utama, terdapat sebuah bangunan ukuran sedang
sebagai ruang tamu. Tanpa tembok, dan hanya tiang-tiang serta dilengkapi kursi
kayu pula.
“sepertinya gak ada orang ya
pak?”
Belum sampai Pak Agus menjawab,
datanglah seorang pria menghampiri mereka.
“Om Agus..” sapa pria itu.
“wah wah wah...dari mana kamu ini
nak?”
“keluar bentar om beli minum”
Ternyata pria itu keponakan pak
agus yang diceritakannya di mobil tadi. Mungkin umurnya sekitar 2-3 tahun
diatas Mizna. Dengan potongan undercut yang rapi dan tak begitu ekstrim, lelaki
itu menyalami Mizna dengan senyuman.
“Adria mbak..” kata lelaki itu mengenalkan.
“Saya Mizna.” Kata Mizna
menyambut perkenalannya.
“jadi ini keponakan bapak nak
Mizna, dan rumah ini yang bapak tawarkan”
Sontak Mizna kaget dan
berkata-kata dalam hati, rumah sebesar ini mana mungkin ditinggalinya sendiri.
Kaget,senang,cemas bercampur antara biaya pertahunnya yang mungkin tidak murah.
“kenapa?nggak suka ya?”
“su..su..suka pak..tapi ini nggak
terlalu gedhe ya? Hehe saya kan Cuma tinggal sendirian. Jadi kecil-kecilan aja
gak papa kok pak, maklum...hehe gaji UMR mepet pak.”
“o...rupanya masalah itu, nak
Mizna jangan kuatir..ayo kita ngobrol dulu.”
Mereka membicarakannya di pendopo
rumah yang merupakan ruang tamu. Rumah itu milik orang tua adria yang sudah
lama tak ditinggali. Orang tua Adria keduanya tinggal di Jogja mengurusi usaha
yang mereka kembangkan. Adik lelaki yang paling kecil ikut tinggal bersama
orang tuanya. Sedangkan adik perempuannya kuliah di kota solo. Adria sendiri
bagian dari staff DJPBN Jakarta kurang lebih 2 tahun belakangan. Dari
percakapan mereka, ternyata keluarga Adria bermaksud mengontrakkan rumah mereka
untuk sekedar biar tidak kosong. Jadi rumah tetap bersih dan terawat. Untuk
biaya sewanya Mizna hanya dikenai Rp 3.000.000 pertahun. Mizna senang
mendengarnya. Karena ia harus hidup hemat. Tawaran itu langsung ia iyakan saja.
Dia mulai tinggal di rumah itu minggu depan.
Benar saja, seminggu kemudian
Mizna mulai menempati rumah kontrakan yang telah ia bayar beberapa hari yang
lalu. Ia berangkat dengan senang hati. Dengan mengenakan jaket eager
bercelanakan jeans dan menggunakan jilbab segi empat berwarna tosca ia membawa
seluruh barang bawaannya ke matic kesayangannya dan berangkat menuju
kontrakannya.
Di tengah perjalanan, Mizna
memberhentikan motornya dan agak mepet ke pinggir jalan. Ia mengecek handphone
yang disimpannya dalam tas, ada satu pesan diterima, ketika membukanya
“Mbak Mizna, sudah berangkat?”
Ia mengerutkan kedua alisnya,
batinnya siapa ya. Akhirnya ia menelpon si pengirim pesan dan ternyata nomor
itu milik Adria. Adria bermaksud untuk segera berangkat ke Jakarta, untuk itu
ia ingin menyerahkan kunci pagar dan rumah kepada Mizna. Setelah menelpon mizna
melanjutkan perjalanan. Sekitar setengah jam kemudian sampailah Mizna di rumah
Adria. Adria ternyata sudah menunggunya di halaman sambil mengecek bawaannya
yang akan ia bawa ke Jakarta ke dalam mobil.
“maaf ya mas..lama, jadi gak
enak”
“santai aja mbak..saya juga masih
ngecek bawaan. Barangkali ada yang ketinggalan.” Jawab Adria dengan sopan.
“yaudah saya mau berangkat dulu mbak, ini kuncinya. Rumah sebelah ada Pak Joko,
sudah seperti paman sendiri. Kalau ada apa-apa panggil Pak Joko aja. Trus kalau
ada apa-apa di rumah ini hubungi saya aja mbak ya..nomor saya yang tadi”
“sekali lagi maaf banget mas
ya..hati-hati di jalan, makasih banyak lho”
“sama-sama mbak..berangkat dulu,
assalamualaikuum..”
“waalaikumsalam”
Akhirnya Adria meninggalkan rumah
itu dengan pelan, duh...kapan ya punya pacar kaya mas Adria, udah ganteng,
sopan, pinter, mapan...aiiihhh....ih, kepikiran apa sih.
Mizna tak sadar telah berandai
yang tidak-tidak, tiba-tiba dia ketawa sendiri.
Kkrkkkk...suara pintu rumah ia
buka, dan benar sekali..begitu masuk rumah itu dia merasa asri dan nyaman. Ia
memasuki ruangan yang akan dijadikannya kamar tidur. Kira-kira luasnya 36 m
persegi. Cukup luas baginya. Sudah tersedia amben sekaligus kasur empuk yang
bersprei putih polos, di sisinya terdapat meja rias kuno dan di sisi yang lain
ada almari pakaian yang menghadap ke kasurnya. Memang suasana rumah itu sangat
tradisional, namun terkesan artistik. Ia merasa seakan pasti betah tinggal
disitu. Kamar mandi dalam juga tersedia baginya. Dia melihat-lihat lagi rumah
itu berkeliling ke dapur, taman, ruang keluarga, dan lain-lain. Membayangkan
betapa senangnya jika itu rumah miliknya sendiri.
Keesokan paginya, seperti biasa
ia bangun pagi. Membersihkan halaman, rumah setitahnya. Lalu bersiap mandi dan
menengok-nengok luar rumah menanti tukang sayur. Dan benar saja, penjual sayur
berhenti di depan rumah Pak Joko, tak lama ibu-ibu berkerumun. Mizna pun
menghampiri penjual sayur itu. Tampak ibu-ibu mengamatinya dan bertanya-tanya.
Tanpa basa-basi, Mizna menyapa mereka satu persatu memperkenalkan diri.
‘kirain calonnya mas Adria nih
mbak..” goda salah satu ibu paruh baya
“ah ibuk nih..bukan kok”
Mizna kembali kerumah
kontrakannya. Ia tampak belanja bahan-bahan untuk persediaan beberapa hari. Ia
sejak kecil dilatih mandiri oleh ibunya. Masak sendiri dan tidak sering makan
di luar, selain terjamin dipikir-pikir memang hemat juga. Ia menumis beberapa
sayuran dan jamur tiram dengan cepat lalu berkemas untuk pergi ke kantor. Ia
menjadi staff editing di redaksi majalah di tempatnya bekerja dua bulan ini. Mizna masuk kerja tiap senin sampai sabtu,
tapi sabtu merupakan hari non efektif. Jadi sedikit santai.
Sesampainya di kantor, Lula
sahabatnya yang baru kenal menyapa. “ciyeeee...yang udah nempatin kontrakan
baru. Boleh dong dinner bentar nanti”
“lah...dasar kamu..oke deh,
pulang kerja nanti ya”
Jawab mizna seakan tau temannya
mengkode untuk ditraktir.
Jam berdetak menunjukkan pukul
sebelas seperempat, tiba-tiba pimpinan redaktur datang menghampiri Mizna.
“Mizna” panggil Pak Suryo
“iya pak..ada apa pak?”
“rubrik yang kemarin hari ini
dicetak, jadi tolong segera setorkan ke pracetak.”
“maksud bapak terkait rubrik yang
saya sunting kemarin? Wah...kenapa mendadak sekali pak, ini masih belum selesai
saya kerjakan”
“maka dari itu selesaikan segera
ya, saya gak pengen topik yang kita angkat kali ini didului sama majalah lain.”
“baik pak saya usahakan” jawab
Mizna sedikit murung.
Dia uring-uringan kenapa harus
serba dadakan, tapi mengingat pentingnya pekerjaan ia nekad dan tak mau terlalu
ambil pusing meskipun sebenarnya melelahkan.
Jam menunjukkan pukul setengah 6
sore, sepertinya ia harus membatalkan janjinya dengan Lula karena ia masih
lembur.
“huuuuhhffff.....”
Dia mengehempaskan napas sambil
meregangkan otot-otot pundak dan punggungnya. Tiba-tiba hpnya berbunyi
menandakan ada whatsapp masuk.
“gue tungguin loe aja deh
ya..ntar gue jemput di kantor”
Ternyata Lula mengirimkan chat pa
a Mizna bermaksud untuk menjemput Mizna sepulang kerja untuk melancarkan
janjiannya dinner bersama.
“oke la..sejam an lagi ya”
Kemudian Mizna menyelesaikan
pekerjaannya yang numpuk. Lula memang berasal dari jakarta, ia disini tinggal
bersama om dan tantenya di daerah ia bekerja. Ia memilih bekerja di Madiun
karena merasa nyaman. Sejak SMA ia memang disekolahkan di Madiun.
Jam menunjukkan pukul 19.00
pekerjaan Mizna selesai dan ia mulai berkemas untuk pulang, ternyata Lula sudah
menungguinya di depan kantor. Mereka langsung menuju salah satu restoran yang
cukup populer di daerah itu, SS atau dikenal orang Serba Sambal. Setelah
memesan beberapa makanan, mereka berbincang-bincang.
“trus tau nggak? Kalo kamu lihat
cowok yang punya rumah itu kamu bakalan melting deh...”
“ih masa sih, kapan-kapan gue
samperin ya Miz..yuk makan dulu”
Antrian kasir tidak begitu
panjang pada saat itu karena hari sudah hampir larut. Pukul sembilan mereka keluar
dari rumah makan tersebut dan pulang.
Beberapa hari ia jalani dengan
perasaan yang semangat, tapi siapa sangka wanita muda berumur 23 tahun yang
tergolong manis itu hingga sekarang masih belum punya pacar. Dia terakhir putus
dengan teman sekampusnya setahun lalu, sekarang ia ingin fokus pada karirnya.
Karena orang tuanya mematok umur pernikahannya jangan sampai lebih dari 25
tahun, maka ia mulai hati-hati terhadap memandang lelaki, jangan sampai lagi
terjebak diantara kisah muda mudi yang tanpa tujuan.
Sampai suatu malam saat ia
terlelap, hujan gemuruh mengguyur daerahnya. Suara pintu pagar berbunyi seperti
ada yang mengetuk. Tapi terhalang suara hujan, Mizna tidak begitu mendengarnya.
Ring tone hp Mizna berbunyi membuatnya terbangun. Tertera nama Adria Cakep di
hpnya. Seketika kantuknya hilang melihat nama itu. Ternyata Adria sudah
menunggu di dekat pagar rumahnya dan meminta Mizna membukakan pintu. Dengan
cepat Mizna berlari menuju halaman dan membuka pagar. Dan benar saja ternyata
Adria yang datang.
“masuk mas” kata Mizna
mempersilahkan Adria masuk bersama mobilnya. Setelah itu keduanya menuju
pendopo. Tak seperti sebelumnya, kini muka Adria terlihat pucat ditambah gerak
geriknya yang datar-datar saja, ia menggigil kedinginan.
“Mas adria sering mampir pulang
malem begini? Atau ada yang ketinggalan?”
“Kebetulan mau ambil barang mbak,
ada yang ketinggalan.”
“oh gitu..”
“aku masuk gak papa nih mbak?”
Tanpa pikir panjang Mizna
mempersilahkan, toh itu rumahnya Adria sendiri. Namun saat Adria beranjak dari
kursi tamu, ia tampak sempoyongan seketika Mizna menolongnya dan memastikan
keadaan Adria.
“Mas gak papa? Loh..badannya
demam ya mas. “
“gak papa kok” jawab Adria
Namun tidak bisa ditolak, Mizna
tetap saja membopong Adria masuk kerumah dan ia bantu memasuki kamar lain yang
mungkin milik Adria dulu. Mizna kebingungan karena Adria terlihat sangat
kesakitan dan kedinginan. Ia bawakan handuk dan air hangat untuk mengompres
Adria. Duh..aku lancang gak ya? Batinnya dalam hati. Tapi apa masih mau
memikirkan yang begitu saat keadaan seperti ini. Udahlah..
Ia bimbang tapi dilawannya,
karena membantu Adria yang kesakitan lebih penting. Adria berpawakan tinggi dan
badannya tidak kurus, cukup berisi dan sepertinya ia rajin merawat tubuhnya
dengan olahraga. Ia mengompress Adria yang hampir tak sadarkan diri. Merintih
tidak begitu jelas. Setelah cukup dalam mengompres, Mizna bermaksud membuatkan
bubur ayam jagung manis di dapur. Tak terlalu lama, sekitar 30 menit makanan
itu siap saji. Ia bawakan makanan itu
kepada Adria.
“mas, dimakan ya buburnya” kata
Mizna sembari meninggalkan Adria yang telah ia selimuti tadi. Ia balik kekamarnya dan mencoba menghubungi
paman Adria, Pak Agus. Tapi hari sudah larut, mungkin Pak Agus tengah terlelap
dan tidak menjawab telfon Mizna, Mizna hanya mengirimkan pesan bermaksud
memberitahu keponakannya yang sakit dan saat ini bermalam di rumahnya. Dia
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Kukuruyuuuukkkk......suara khas
ayam jago berkokok membangunkan alam yang semalaman tidur dan beristirahat.
Mizna sedikit kesiangan dari biasanya. Ia bangun dan hampir kelupaan saat
mengingat bahwa Adria tuan rumahnya sedang sakit dan berada di kamarnya. Ia
keluar dari kamarnya dan bermaksud menengok tuan rumah. Namun suasana sepi dan
sepertinya tidak ada seorangpun selain dirinya di rumah itu. Saat ia mengetuk
pintu kamar adria, tak ada jawaban sampai ia masuk tanpa permisi. Dan tidak ada
seorangpun di kamar itu. Ia melihat-lihat dan memanggil nama Adria. Namun ia
menemukan secarik kertas kecil yang tergeletak di meja samping tempat tidur.
“maaf atas kejadian semalam, aku harus ke surabaya karena urusan
pekerjaan. Terima kasih Mizna..
Adri”
Dagdigdug jantung Mizna berdegup
tanpa disadari, begitu membacanya ia menjadi tak karuan perasaannya. Adria yang
biasanya memanggil dengan kata “mbak” kini menulis di note dengan panggilan
Mizna saja. Sungguh hatinya ingin meledak teriak karena kebungahan.
Hal itu ia ceritakan pada
sahabatnya, Lula.
“hahaha sikat aja tuh mas
gantengmu...”
“sungkan ah La..lagipula mungkin
itu hal biasa aja kok. Gak ada yang spesial buat dia. “
“ya jangan gitu dulu
kali...pokoknya stay cool lah”
“okay”
Kata Mizna sambil menjawil dagu
sahabatnya dengan riang, lalu melanjutkan pekerjaannya lagi. Tak berapa lama
Pak Agus menelponnya dan menanyakan Adria keponakannya itu.
“ya sudah kalo gitu bapak lega
nak, maaf sekali merepotkan sampean”
“gak papa bapak..tenang aja,
namanya juga lagi sakit jadi ya harus ditolong”
Percakapan mereka berlanjut
sampai Pak Agus menyuruhnya datang kerumah selagi Mizna sempat. Ada hal yang
mungkin ingin disampaikan pada Mizna.
Tiba-tiba dari mana pikiran Mizna
hingga ia bermaksud mengirimkan pesan kepada Adria, tapi dicegahnya. Kemudian
ia ragu lagi dan akhirnya dibukalah smartphone miliknya dan benar-benar diketiknya,
“sama-sama mas Adria..semoga
cepat sembuh ya”
Mizna hanya mengirimkan sms yang
menunjukkan perkataan yang tidak butuh jawaban, karena ia tak ingin cemas-cemas
mengharap. Namun seketika bunyi sms di hp Mizna berdering, langsung saja ia
terima. Dan ternyata dari Adria.
“okey mbak mizna..udah baikan
ini.”
Sontak membuat Mizna yang awalnya
tegang menjadi sedikit sebal. Mbak lagi mbak lagi..gumamnya.
Karena merasa terlalu banyak
melamun, Mizna kembali fokus bekerja dan menaruh hp nya ke dalam tas. Ia menghilangkan
perasaan apapun termasuk rasa penasaran terhadap Adria.
“Miz..ngelunch bareng yuk di
kantin”
Ajak salah satu teman
sekantornya. Tanpa ragu Mizna mengiyakan. Mereka berempat menuju ke kantin dan
mulai memesan makanan. Mizna tak lupa
mengambil smartphonenya. Dan betapa riangnya dia ketika membuka lock
smartphonenya yang berterakan nama Adria Ganteng. Segera ia membuka pesannya.
“Ada messenger?”
“ya, ada kok. Add id line ku
Miznarose.” Lalu Mizna menjawab, tanpa pikir panjang. Tak lama kemudian
aplikasi line Mizna berbunyi. Ternyata Adria langsung add line Mizna dan
seketika itu Mizna menerima permintaan pertemanan dari Adria.
“Makasih..” Mizna langsung chat
Adria.
To be continue..